Pemanggilan dalam Hukum Acara Perdata: Ketentuan, Pendapat Ahli, dan Kebiasaan Praktik

Pemanggilan dalam Hukum Acara Perdata

Dalam perkara perdata, pemanggilan para pihak memiliki peranan penting dalam tahapan hukum acara. Ketentuan mengenai pemanggilan dan prosedur terkait telah diatur dalam Hukum Acara Perdata (R.Bg/HIR). Selain itu, terdapat juga peraturan lain yang melengkapi hukum acara tersebut, seperti Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA). Namun, di samping ketentuan resmi tersebut, terdapat kebiasaan-kebiasaan yang berkembang dan dianggap sebagai hukum tidak tertulis dalam praktik peradilan. Dalam artikel ini, akan dibahas ketentuan-ketentuan terkait pemanggilan, pendapat ahli, dan kebiasaan praktik yang perlu dipahami dalam konteks pemanggilan dalam persidangan perdata.

Pemanggilan dalam Hukum Acara Perdata: Pemanggilan para pihak dalam persidangan perdata diatur dalam pasal-pasal tertentu yang terdapat dalam Hukum Acara Perdata. Berikut adalah beberapa ketentuan yang mendasari pemanggilan para pihak:

  1. Pasal 148 R.Bg./124 HIR:
    • Jika Penggugat tidak hadir dalam sidang pertama sedangkan Tergugat hadir, Hakim dapat menyatakan gugatan Penggugat gugur dan menghukum Penggugat membayar biaya perkara.
  2. Pasal 149 ayat (1) R.Bg./125 ayat (1) HIR:
    • Jika Tergugat tidak hadir dalam sidang pertama sedangkan Penggugat hadir, Hakim dapat menyatakan gugatan Penggugat dapat dikabulkan dengan verstek (tanpa kehadiran Tergugat).
  3. Pasal 150 R.Bg./126 HIR:
    • Dalam sidang pertama, apakah Penggugat atau Tergugat yang tidak hadir, Hakim dapat memerintahkan pemanggilan sekali lagi kepada pihak yang tidak hadir agar hadir pada sidang berikutnya.
  4. Pasal 151 R.Bg./127 HIR:
    • Jika Tergugat tidak hadir dalam sidang pertama, sidang dapat ditunda sampai waktu yang ditentukan. Dalam hal ini, pemberitahuan penundaan sidang berfungsi sebagai panggilan, dan Tergugat yang tidak hadir akan diperintahkan untuk dipanggil kembali. Putusan perkara kemudian akan diberikan dalam satu surat putusan yang tidak dapat diajukan perlawanan.
  5. Pasal 186 ayat (3) R.Bg./159 ayat (3) HIR:
    • Jika pihak yang hadir pada hari pertama kemudian tidak hadir pada sidang berikutnya yang ditunda, Ketua dapat memerintahkan pemanggilan kembali pihak tersebut untuk hadir pada sidang berikutnya.
  6. SEMA Nomor 9 Tahun 1964:
    • Mahkamah Agung memberikan pandangan mengenai putusan verstek berdasarkan Pasal 125 H.I.R. Putusan tersebut dapat diberikan apabila Tergugat, meskipun telah dipanggil secara sah, tidak hadir dalam sidang. Hakim dapat memutuskan untuk menjatuhkan putusan verstek, menunda pemeriksaan dengan memerintahkan pemanggilan sekali lagi, atau jika Tergugat tidak dapat dipanggil lagi, Hakim dapat menjatuhkan putusan verstek.

Pendapat Ahli dan Pemahaman tentang Pemanggilan: M. Yahya Harahap, S.H., dalam bukunya yang berjudul “Hukum Acara Perdata,” memberikan pendapatnya terkait pemanggilan dalam persidangan. Menurutnya, dalam prinsip fair trial dan audi alteram partem (dengarkan sisi lain), jika Tergugat tidak hadir dalam sidang pertama, tidak layak untuk langsung menjatuhkan putusan verstek. Hakim yang bijaksana seharusnya memberikan kesempatan lagi kepada Tergugat untuk hadir dalam persidangan dengan mengundurkan pemeriksaan.

Pengertian Pemanggilan Sidang yang Sah dan Patut: Pemanggilan dalam hukum acara perdata adalah proses penyampaian secara resmi dan patut kepada pihak-pihak yang terlibat dalam perkara di pengadilan, untuk memenuhi dan melaksanakan perintah majelis hakim atau pengadilan. Juru sita memiliki peran dalam melaksanakan pemanggilan, sesuai dengan ketentuan Pasal 390 HIR.

Kebiasaan Tiga Kali dalam Pemanggilan: Kebiasaan pemanggilan tiga kali dalam praktik peradilan tumbuh dan berkembang untuk memberikan kesempatan kepada para pihak yang tidak hadir dalam pemanggilan pertama. Hal ini bertujuan agar Hakim tidak tergesa-gesa dalam memberikan putusan dikarenakan adanya kemungkinan para pihak tidak datang karena ada halangan tertentu. Namun, penting untuk dicatat bahwa ketentuan resmi tidak mengharuskan pemanggilan tiga kali jika salah satu pihak tidak hadir dalam pemanggilan pertama. Hakim tetap memiliki kewenangan untuk memutuskan tindakan yang tepat berdasarkan hukum acara perdata.

Kesimpulan: Pemanggilan dalam hukum acara perdata diatur dalam ketentuan-ketentuan tertentu, termasuk Pasal-pasal dalam Hukum Acara Perdata dan SEMA. Hakim memiliki kewenangan untuk mengambil tindakan yang sesuai jika salah satu pihak tidak hadir dalam sidang pertama. Kebiasaan tiga kali pemanggilan dalam praktik peradilan tidak menjadi kewajiban, namun tumbuh dan berkembang untuk memberikan kesempatan kepada para pihak yang tidak hadir dalam pemanggilan pertama. Hakim dapat menunda sidang, memerintahkan pemanggilan kembali, atau menjatuhkan putusan verstek tergantung pada keadaan kasus dan kebijaksanaan Hakim.

Mendapat Surat Somasi ? Terancam Dilaporkan ke Polisi ? Hubungi Kami